Jakarta, Hukum-kriminal.com — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai terobosan besar pemerintahan, justru menyisakan masalah serius. Buruknya tata kelola, penyaluran anggaran yang keliru, hingga dugaan penggelapan dana membuat program ini tak hanya gagal mencapai tujuan, tetapi juga membuka ruang besar bagi praktik korupsi.
Konflik Kepentingan dan Dugaan Penyalahgunaan Anggaran
Berbagai laporan mengungkap adanya potensi konflik kepentingan dalam pelaksanaan MBG. Penyedia makanan disebut-sebut terafiliasi dengan lingkar kekuasaan Presiden Prabowo Subianto. Hal ini menguatkan dugaan bahwa MBG tidak murni untuk kepentingan publik, melainkan sarat agenda politik.
Mitra dapur MBG di banyak daerah bahkan gulung tikar karena tidak kunjung menerima pembayaran dari Yayasan MBN maupun Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Padahal, ribuan porsi makanan sudah dimasak dan didistribusikan. Kasus ini memperlihatkan bahwa pengelolaan anggaran MBG bukan hanya buruk, tapi juga merugikan pihak pelaksana di lapangan.
Pelanggaran Regulasi Keuangan Negara
Penyaluran anggaran MBG juga diduga melanggar Permenkeu Nomor 132/PMK.05/2021 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah. Aturan jelas menyebut bahwa bantuan harus langsung diberikan ke penerima manfaat. Namun faktanya, dana justru dialirkan ke pihak eksternal mitra Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga membuka celah praktik korupsiโseperti modus laporan fiktif atau manipulasi pertanggungjawaban.
Kita masih ingat kasus korupsi bansos Covid-19 oleh Juliari Batubara. Pola rawan korupsi itu kini terulang kembali dalam skema MBG.
Ketimpangan Layanan dan Kualitas Buruk
Alih-alih memberikan gizi seimbang, program ini malah menciptakan ketidakadilan layanan. Beberapa sekolah menerima wadah stainless steel yang aman, sementara sekolah lain hanya mendapat wadah plastik tipis berbahaya. Standarisasi layanan jelas diabaikan.
Lebih parah lagi, makanan yang disajikan tidak memenuhi standar gizi minimal. Telur rebus busuk, lauk hambar, hingga makanan yang dibuang siswa karena tak layak konsumsi memperlihatkan kegagalan mendasar: tujuan gizi sehat tidak tercapai.
Masalah Rekrutmen SPPI
Program turunan MBG, yakni Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), juga bermasalah. Pendaftaran yang tidak transparan, hilangnya nama peserta setelah dinyatakan lulus, serta platform pendaftaran yang kacau, menambah daftar panjang bobroknya tata kelola.
Kesimpulan: MBG Harus Segera Dihentikan
Mengacu pada berbagai temuan di atas, Program MBG terbukti sarat kepentingan, rawan korupsi, dan tidak memberi manfaat nyata bagi rakyat. Bahkan, justru merugikan pelaksana dan membuka ruang politik praktis.
Oleh karena itu, Presiden Prabowo harus segera menghentikan proyek MBG. Daripada melanjutkan program penuh masalah ini, pemerintah lebih baik melakukan evaluasi menyeluruh, memperbaiki regulasi, dan memastikan anggaran negara digunakan benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir elite. (Red)
Sumber : Maula F. Andhi
Konsultan Bidang Tata Pemerintahan dan Regulasi Kebijakan Publik RI