Pungutan Liar di Sekolah, Salah Siapa? 

4 minutes, 43 seconds Read

 

Pungutan Liar di Sekolah, Salah Siapa? 

 

Bogor, HK NEWS – Potret buram dunia pendidikan sempat viral terkait kasus guru honorer di SDN Cibeureum 1 yang melaporkan pungutan liar di sekolah tempatnya mengajar, yang kemudian guru tersebut diberhentikan lalu di aktifkan kembali setelah kasusnya viral di media sosial membuat Walikota Bogor turun tangan.

 

Maraknya pungli di sekolah-sekolah saat ini modusnya semakin banyak dan berkembang, seperti pungutan uang perpisahan sekolah, pungutan uang buku, seragam, ekstrakurikuler dan banyak modus pungli lainnya yang wajib diwaspadai.

 

“Mengapa pungli di sekolah hal ini bisa terjadi dan menjamur di mana-mana ? Ada tiga pihak yang diduga selalu menjadi aktor pungli di sekolah,”ungkap Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.

 

Ubaid menjelaskan, mereka adalah oknum pihak sekolah, komite sekolah, dan koordinator kelas (korlas). Biasanya, pungli terjadi karena didasarkan atas rekayasa kebutuhan pendanaan sekolah yang kurang. Apa saja modusnya?

 

Menurutnya modus pungli di sekolah ada beberapa macam:

1. Uang Seragam dan lain-lain

Yang sering terjadi antara lain pungli berkedok pungutan uang infak, uang seragam, uang gedung.

2. Uang Study Tour

Uang study tour, uang ekstrakurikuler, uang perpisahan.

3. Uang Buku

Uang buku ajar dan LKS, uang wisuda, dan masih banyak yang lainnya.

 

Lain halnya yang disampaikan oleh Koordinator Forum Komunikasi Bogor Raya (FORBARA) Prabu Mahesa yang mengatakan pada Redaksi, “Orang tua siswa perlu teliti untuk mengetahui berbagai modus jenis pungli di sekolah sang anak. Ini sebagai langkah awal pencegahan pungli. Dan sebenarnya orang’tua siswa sudah terlalu sering dan banyak yang mengeluhkan, melaporkan, berbagai pungli di sekolah anaknya, namun jarang sekali ada tindak lanjut dari laporan atau aduan tersebut.”

 

“Tetapi saat ini dimana era digitalisasi informasi semakin pesat dan mudah, masyarakat lebih memilih menggunakan media sosial sebagai sarana mencurahkan keluhan atau aduan atas permasalahan atau peristiwa yang dialaminya atau dilihatnya. Dan dampak penggunaan media sosial ini sangatlah efektif karena reaksinya sangat cepat dan dahsyat. Mampu mendobrak sebuah sistem kotor jaringan pungli yang tercipta selama ini yang melibatkan banyak pihak,” jelas pria yang pernah aktif di lembaga dah media Tipikor.

 

Yang menarik adalah dalam prakteknya yang lebih banyak adalah sumbangan rasa pungutan, dimana diberlakukan kepada yang tidak mampu, ditentukan jumlahnya, bersifat mengikat dan ada sangsi apabila tidak memenuhinya.

Dalam Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Sesungguhnya sudah dijelaskan

Bahwa pengertian pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan, baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

 

Sangat berbeda dengan sumbangan yang berarti penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorang atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.

 

Ditambahkan olehnya bahwa saat ini sekolah atau satuan pendidikan sudah jarang untuk melakukan pungutan secara langsung, umumnya ini dilemparkan ke komite sekolah atau diturunkan lagi ke masing-masing kordinator kelas (Korlas). Namun apa yang dilakukan komite sekolah masih jauh dari harapan para orang tua siswa, karena komite sekolah lebih cenderung menjadi fasilitator dan mediator keinginan-keinginan pihak sekolah. Komite sekolah yang awalnya dibentuk dengan maksud dan tujuan serta peranan yang mulia yaitu diantaranya:

-:Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan.

– Meningkatkan tanggung jawab dan partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan.

– Menciptakan situasi dan kondisi yang transparan, akuntabel dan demokratis dalam mendirikan dan melayani pendidikan yang berkualitas.

– Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.

– Pendukung (supporting agency). Dalam hal ini, baik secara finansial, pemikiran maupun tenaga yang diberikan dalam penyelenggaraan pendidikan.

– Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan

– Sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

 

Untuk itu menurutnya komite sekolah harus di isi oleh orang-orang yang memahami prinsip akuntabilitas dan transparansi, tertib administrasi, memiliki inovasi, kreasi dan yang penting motivasi dalam memajukan pendidikan serta

dipercaya, pandai menjahit komunikasi antar sekolah dan harapan orang tua siswa..

Peran komite seharusnya bukan hanya sebagai Stempel sekolah atau kepala sekolah, apalagi hanya untuk melegitimasi keinginan sekolah di luar ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk itu pengurus komite haruslah di isi oleh orang orang yang kredibel,

 

Hal ini juga dikuatkan dengan Peraturan Mendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan tapi penekanan lebih kepada penggalangan dana (partisipasi) bukan yang bersifat memaksa, mengikat, ditentukan jumlah dan waktunya

Setiap tahun pungutan (pungli) di sekolah selalu tampil dengan wajah, warna dan rasa baru masih saja terulang kembali bahkan cenderung terang benderang tanpa tedeng aling lagi.

 

Dirangkum dari berbagai sumber dan Satgas Saber Pungl, sedikitnya 47 jenis praktik pungli yang sering ditemukan di lingkungan sekolah, sebagai berikut:

 

1. Uang pendaftaran masuk

2. Uang komite

3. Uang OSIS

4. Uang ekstrakurikuler (renang,dsb)

5. Uang ujian

6. Uang daftar ulang

7. Uang study tour

8. Uang les/bimbel

9. Uang buku ajar

10. Uang paguyuban

11. Uang syukuran

12. Uang infak

13. Uang fotokopi

14. Uang perpustakaan

15. Uang bangunan

16. Uang LKS

17. Uang buku paket

18. Uang bantuan insidential

19. Uang foto

20. Uang perpisahan

21. Uang sumbangan pergantian Kepsek/Guru

22. Uang seragam

23. Uang pembuatan pagar dan bangunan fisik

24. Uang pembelian kenang-kenangan/souvernir

25. Uang pembelian barang insidental

26. Uang try out, psikotes

27. Uang pramuka

28. Uang asuransi

29. Uang kalender

30. Uang partisipasi peningkatan mutu pendidikan

31. Uang koperasi

32. Uang PMI

33. Uang dana kelas/kas

34. Uang denda melanggar aturan

35. Uang UNAS

36. Uang ijazah

37. Uang formulir

38. Uang jasa kebersihan

39. Uang dana sosial

40. Uang jasa penyeberangan siswa

41. Uang map ijazah, sampul raport/buku

42. Uang legalisasi

43. Uang administrasi lainnya

44. Uang panitia

45. Uang jasa

46. Uang listrik

47. Uang gaji guru tidak tetap (GTT)

 

Sumber: Satgas Saber Pungli

 

Bagikan Berita/Artikel ini

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *